Jakarta, 28 April 2021 - Seorang dai yang mendedikasikan dirinya untuk berdakwah di daerah pedalaman tentu memiliki tantangan tersendiri. Niat yang tulus serta lurus hanya untuk Allah semata harus selalu mengiringi rasa lelah dan keringat yang mengalir.
Kondisi itulah yang dialami oleh Ustaz Sigit Sugiatno dan beberapa asatiz lainnya yang mendedikasikan dirinya menyampaikan risalah agama Islam kepada masyarakat yang tinggal di kawasan pedalaman.
"Saya belum bertemu dengan keluarga saya di bulan Ramadan tahun ini," kata Ustaz Sigit dalam bincang-bincang Ngaji Sore Spesial Ramadan yang disiarkan di kanal YouTube Laznaz Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Selasa (27/4/2021).
Meski belum pernah bertemu dengan anak dan istrinya namun Ustaz Sigit bertekad untuk terus berdakwah di daerah pedalaman. Menurutnya ada panggilan khusus ketika harus bersentuhan dengan masyarakat di pedalaman yang tidak hanya jauh dari ingar-bingar kota tetapi juga dakwah Islam.
Ustaz Sigit tidak mau jika suatu saat nanti menyesal ketika dirinya sudah tidak bisa berdiri dan berjalan untuk mengajak masyarakat di pedalaman kepada cahaya agama Islam. Dia juga meratapi penyesalannya di masa tua yang menyadari bahwa meninggalkan dakwah di pedalaman adalah sebuah kesalahan.
"Tapi kalau masih bisa berdakwah di daerah pedalaman maka akan saya lakukan. Doakan saya agar terus istiqomah berdakwah di pedalaman," ujarnya.
Selain meminta doa agar dirinya istiqomah, Ustaz Sigit juga meminta kepada jemaah Dewan Dakwah untuk mendoakan istrinya agar selalu diberikan ketabahan dan kesabaran saat ditinggal ke pedalaman.
Menurut Ustaz Sigit, istrinya selalu mendukung ketika dirinya harus kembali untuk berdakwah di daerah pedalaman meskipun di bulan Ramadan ini mereka belum pernah bertemu.
"Tetapi istri saya selalu mendukung ketika saya pergi dan tidak pernah menghalangi atau mengeluh. Dia manusia biasa tapi sosok yang baik," kata Ustaz Sigit.
Sebagai manusia biasa yang tentunya memiliki kekurangan, aku Ustaz Sigit, terkadang terbesit di benaknya untuk menyudahi aktivitas dakwahnya di daerah pedalaman. Namun pikiran itu seketika sirna setelah teringat dengan masyarakat di pedalaman yang sangat merindukan agama Islam.
Berdasarkan pengalamannya, masyarakat di daerah pedalaman sangat senang dan antusias dengan kehadiran agama Islam. Hal inilah yang dapat mengembalikan ghiroh-nya untuk kembali berdakwah di kawasan pedalaman.
"Saya pernah bertemu dengan orang tua namanya Pak Jengki. Dia berkata kepada saya di pertemuan pertama 'Kasihani saya. Kasihani saya. Saya sudah tua, tidak ada orang tua dan kakek-nenek. Saya merindukan Islam dan ingin mati dalam keadaan Islam'," cerita Ustaz Sigit.
Setelah pertemuan pertama dengan Pak Jengki, komunikasi antara Ustaz Sigit dengan masyarakat lainnya pun semakin intensif. Bahkan menurut Ustaz Sigit, sosok Pak Jengkilah yang menjadi perantara hidayah Islam yang Allah berikan kepada masyarakat perkampungan lainnya.
"Sekarang Pak Jengki sudah meninggal dunia," pungkas Ustaz Sigit.
EmoticonEmoticon