Komunitas Masyarakat Santri (KOMAS) Sumatera Utara bersama Pesantren dan STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah) Ar-Raudlatul Hasanah Medan, mengadakan seminar bertajuk “Peran Santri Dalam Pencegahan Narkoba” di Ar-Raudlatul Hasanah, Sabtu (29/2).
Para pembicara terdiri Zulkarnain Nasution, Achmad Ramadhan, dan Kepala Unit Bagian Pengawasan dan Penyidikan Polda Sumut Komisaris Polisi Jaya Sentosa.
Peserta seminar mencapai 454 santri yang didampingi sebagian guru dan pengurus yayasan.
Ketua Badan Wakaf Ar-Raudlatul Hasanah, Ilyas Tarigan, mengatakan, ‘’Seminar ini bertujuan untuk memberi penyuluhan pada santri tentang narkoba, jenis-jenisnya, akibat-akibatnya, dan cara mencegah agar tidak menjadi korban bagi narkoba itu sendiri.’’
Santri juga berkewajiban turut mencegah maraknya konsumsi narkoba, terutama di kalangan generasi muda Sumatera Utara, imbuh Ilyas yang juga tokoh dakwah Karo.
Senada dengan hal tersebut, KOMAS membuka diri untuk para remaja yang ingin berkiprah dalam pencegahan narkoba. “KOMAS membuka kesempatan untuk remaja agar berkiprah dalam penanggulangan narkoba,” ujar Jamaludddin Panjaitan dalam pembukaan seminar tersebut. “Juga agar masyarakat tahu, santri tidak hanya membuka buku, ternyata santri tidak hanya mengaji di mesjid, tidak hanya sarungan, tapi santri sudah bisa terjun di dunia bisnis dan sejenisnya,” tambahnya.
Menurut data BNN tahun 2019, 1,8% jumlah penduduk Indonesia terlibat penyalahgunaan narkoba, dan Sumatera Utara berada di urutan pertama sekitar 6% dari jumlah penduduk Sumut. Akibatnya, 15 ribu orang meninggal per tahun. Masih menurut data tersebut, biaya ekonomi dan sosial akibat narkoba mencapai 81 trilyun rupiah. Yang menyedihkan, 75% darinya dibawa ke negara asing.
Pecandu narkoba rata-rata meninggal di bawah umur 40 tahun, jika tidak maka alternatif kedua yaitu menjadi gila. Sementara target narkoba kebanyakan adalah para remaja-remaja labil yang mayoritas masih menduduki bangku SMA dan para Mahasiswa semester awal. Penyebab-penyebabnya antara lain adalah mudah dipengaruhi orang lain, rasa ingin tahu yang tinggi, ikut-ikutan teman, solidaritas kelompok, ingin menonjol dengan tampil berani, mecari sensasi dan tantangan, menghilangkan rasa bosan dan stress, dan keinginannya yang kian memberontak.
“Ada 3 perilaku yang paling menonjol dari pecandu narkoba yaitu: pembohong atau pemain sinetron terbaik di dunia, penyolong atau pencuri, dan bengong atau melamun yang berlebihan. Beberapa efek tersebut di sebabkan oleh pecandu yang sudah menjadi akut atau berketergantungan,” terang pakar narkoba Zulkarnain Nasution.
“World Health Organization (WHO) menyatakan kecanduan narkoba adalah suatu jenis penyakit, yaitu salah satu penyakit kronis. Penyakit kronis secara medis atau ilmu pengetahuan itu tidak ada obat penyembuhnya. Seperti diabetes atau penyakit gula, tapi ada cara meminimalisir dosis gulanya. Jadi intinya dipulihkan bukan disembuhkan,’’ imbuhnya.
Ia lalu mengutip WHO bahwa ada dua cara dalam penanggulangan narkoba: Yang pertama totally stop, yaitu tidak ada lagi pemakaian narkoba. Yang kedua substitusi, yaitu menggunakan obat legal yang sejenis lalu dikurangi dosisnya perlahan-lahan.
‘’Maka jalan terbaik bagi pecandu narkoba adalah lewat program rehabilitas,” tandas Zulkarnain.
‘’Narkoba juga menjadi media penularan virus HIV/AIDS. Secara umum, penyebaran HIV/AIDS melalui pola hidup bebas, yang mana siapa saja tanpa memandang dan membedakan kewarganegaraan, identitas seksual, umur, status, pekerjaan, termasuk juga jika seseorang tidak tahu cara mencegahnya.’’ (Ray/Medan)
Advertisement
EmoticonEmoticon