Berhentilah Melihat dari Kejauhan..
@Helfizon Assyafei
Saya takkan melupakan ini. Ketika itu 2015. Asap sangat tebal. Saya dan anak-anak bertahan di dalam rumah. Tapi asap terus mengejar dan masuk. Si adik (ketika itu belum sekolah) batuk-batuk. Kakaknya juga. Si abang lemas. Saya dan istri sempat cemas. Ketika itu kami belum punya AC. Ketika akhirnya pintu diketuk seseorang ide itu akhirnya terbuka.
Seorang tetangga yang punya anak bayi berdiri di depan pintu. Itu membuat saya berfikir bagaimana solusi masalah ini. Dan informasi itu sampai juga. Markaz Dakwah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Riau membuka kantornya untuk pengungsian warga. Dilengkapi dokter dan oksigen. Tanpa buang waktu bersama tetangga tadi dan bayinya kami sekeluarga akhirnya mengungsi.
Hampir sepekan kami mengungsi di sana. Berbaur dengan orang-orang biasa lainnya. Di sanalah saya menyadari bahwa betapa indahnya kepedulian itu. Dan itu bukan pencitraan. Benar-benar dari hati. Bayangkan tiap hari orang bertambah. Ruangan segitu saja. Tidur berlepakan di aula-aula. Ruang bayi lebih dikususkan lagi.
Kadang juga ada sumbangan makanan, air minum dan obat-obatan. Selama di posko pengungsian itu anak-anak saya justru gembira. Penuh agenda kegiatan yang dibuat oleh relawan PKS. Mulai dari game bersama, membuat kue dan anek kegiatan lain yang bermanfaat sehingga waktu tidak terbuang percuma dengan tidak sekolah.
Dari hari ke hari kondisi anak-anak kami termasuk bayi tetangga kami makin baik. Meski asap di luar sana masih tebal. Ruangan yang terjaga dan AC 24 jam membuat tubuh-tubuh mereka anak-anak tetap segar. Hampir sepekan kemudian keadaan mulai normal. Dan ketika kami akhirnya meninggalkan posko itu anak-anak saya justru sempat sedih. Berpisah dengan kawan-kawan sepengungsiannya.
Makanya ketika malam ini saya menonton pengalaman korban asap dari Pekanbaru yang diwawancara live dari studio Tv One oleh Karni Ilyas, saya teringat pengalaman kami itu. Mereka menjawab bang Karni dari tempat pengungsian di Posko PKS. Saya hapal ruangannya dengan hanya melihat dari tv di rumah. Tempat dulu saya dan anak-anak pernah di sana. Dan tuan rumah tak pernah keberatan kami mau berapa lama bertahan di sana. Tanpa bayaran sama sekali alias gratis.
Saya takkan melupakan apa yang pernah mereka buat. Juga banyak orang lainnya di kota saya. Tak heran akhirnya tahun ini kadar PKS akhirnya meraih mayoritas kursi di DPRD Pekanbaru. Partai dakwah ini bagi saya telah menunjukkan kelasnya. Bukan pencitraan. Tapi benar-benar menolong. Mereka menolong siapa saja yang memerlukan tanpa bertanya saya mendukung apa dan siapa dalam pemilu.
Tahun ini mereka melakukan hal yang sama dengan lebih ekstra lagi. Banyak orang tak mampu bahkan dijemput pakai mobil mereka untuk dibawa ke Posko. Ketika tak tertangani dokter seperti seorang bayi yang membiru setelah sehari di sana dilarikan ke RS. Ketika pihak RS minta biaya (deposit) mereka (relawan) bayarkan dengan uang mereka sendiri bukan minta pada ibu korban yang kurang mampu itu.
Ada banyak kebaikan yang tak pernah mereka siarkan karena mereka berbuat bukan untuk itu. Tidak ada yang menginginkan asap dan azab ini terus terjadi. Kita perlu pemerintahan yang kuat dan jujur. Yang punya marwah menghadapi korporasi atau siapapun yang merasa bebas membakar hutan di Riau ini. Cukup sudah soal asap ini. Jika tak mampu mengatasi berhentilah jadi pemimpin negeri. Jadilah yang terdepan membela rakyat dari asap. Bukan malah melihat dari kejauhan seperti dari Thailand atau dari Kanada.
Pekanbaru, 17 Sept 2019
Advertisement
EmoticonEmoticon