Pemahaman saya, yang bersangkutan menyalahkan sistem sekuler terkait LGBT itu karena pintu kemaksiatan dibuka lebar dalam sistem sekuler, bukan menyalahkannya semata-mata karena ada tindakan LGBT. Zaman Nabi saja ada perzinahan dan LGBT, trus mau menyalahkan 'sistem Nubuwwah'?
Terkait dengan Khalifah al-Walid tersebut, beliau viral dikenal melalukan hubungan sesama jenis (Talawwuth), seperti yang dikutip oleh as-Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa' dari imam ad-Dzahabi.
Pertanyaannya, apakah beliau ini membuka lebar pintu tindakan semacam itu? Apakah sistem Khilafah saat itu juga membuka pintu lebar-lebar untuk pelakunya? Jawabannya tentu tidak. Toh, sang khalifah itu kemudian diturunkan masyarakat karena tindakan maksiatnya seperti itu. Seperti yang dikutip as-Suyuthi, imam ad-Dzahabi berkata:
لم يصح عن الوليد كفر ولا زندقة ، بل اشتهر بالخمر والتلوط ، فخرجوا عليه بذلك.
Nah, kalau dalam sistem Sekuler dan HAM, apakah tindakan melawan penguasa yang seperti ini diperbolehkan? Apakah juga diperbolehkan menghukum pelaku LGBT seperti dipenjara atau hukuman dalam syariat Islam?
Adapun terkait dua Khalifah yang tersisa, saya melihat keduanya baru sebatas suka dengan pembantunya. Kata "al-Hubb" yang dipakai oleh as-Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa, bisa bermakna cinta positif, tapi juga bisa bermakna cinta negatif (birahi). Anggap saja itu memang bermakna yang kedua, tapi as-Suyuthi tidak terlihat menggunakan kata "at-Talawwuth" yang bermakna hubungan seks sesama jenis, seperti yang dipakai oleh imam ad-Dzahabi untuk Khalifah al-Walid.
`Ala kulli hal, sebatas perasaan suka dan cinta sesama jenis, mungkin masih bisa ditolerir, bila dibandingkan sudah sampai ke tahap melalukan hubungan seksual sesma jenis. Meskipun demikian, rasa cinta yang sudah berbau birahi kepada sesama jenis memang harus ditanggulangi. Andai saja dua orang Khalifah ini sampai melakukan tindakan "at-Talawwuth", mungkin mereka akan bernasib sama dengan pendahulunya.
Wallahu a'lam. [Ustadz Alfitri]
Advertisement
EmoticonEmoticon