KITA MUNDUR
Selepas shalat taraweh tadi, sempat panas dan sudah mulai ricuh. Tapi tetiba dari mobil komando ada teriakan, “Munduuur!” Teriakan korlap tak digubris. Massa sudah berhadapan-hadapan dengan Polisi yang mengamankan Gedung Bawaslu. Mereka hanya dipisah kawat berduri. Bahkan beberapa tangan sudah mulai menyentuh kawat berduri. Ada juga yang sudah mulai manjat beton-beton yang di beberapa titik mengelilingi kawat berdiri.
Massa terus bernyanyi, “Pak Polisi, Pak Polisi... Jangan ikut kompetisiiii!” Brimob dengan senjata lengkap dan tameng yang melilit tubuh mereka, matanya sudah tampak liar memelototi setiap orang. Saya persis berhadapan dengan seorang yang mungkin komandannya. “Sesungguhnya kita tidak sedang berlawanan dengan Polisi. Tapi yang kami lawan adalah kecurangan!” teriak saya padanya.
Sorak-sorak dan rangsekan semakin maju ke hadapan. Sementara dari mobil komando terus berteriak, memerintah massa untuk mundur dan bubar. Beberapa orang berlari ke arah kerumunan yang berhadapan dengan Polisi. “Pak Prabowo menyuruh kita bubar,” katanya. Tapi tetap tak digubris.
Saya mulai berpikir, jangan-jangan ini akan chaos beneran. Lepas kontrol tanpa komando. Bahaya ini! Seorang berteriak, “Munduuuur! Ini perintah Imam Besar!” baru saya lihat mereka berhenti dan perlahan membubarkan diri.
Seorang teman di sebelah saya berujar, “Waduh. Cegek Rek! Kait panas, wes dikon buyar.” Dia kecewa. Saya lihat massa juga pada kecewa. Ini ibarat mesin baru on, tetiba dimatikan begitu saja sebelum jalan.
Tapi kami taat komando. Kami tidak menginginkan adanya provokasi yang menyelinap di kerumunan.
Sampai tulisan ini saya posting, semua masih misteri. Kenapa tetiba disuruh bubar. Padahal dari siang, kami diseru oleh para orator untuk terus bertahan. Menginap di depan Bawaslu. Bahkan sampai berhari-hari. Massa, termasuk emak-emak, semua menjawab, “Siaaaaap!”
Kita lihat saja besok. [Abrar Rifai]
Advertisement
EmoticonEmoticon