Minggu 28 Maret 2019, sejumlah perempuan muda yang tergabung dalam Aliansi Cerahkan Negeri (ACN) mengadakan aksi di Bundara HI Jakarta. Memanfaatkan Car Free Day (CFD), aksi tersebut diadakan pagi hari sejak pukul 07.00 pagi. Aksi yang diinisiasi oleh ACN ini merupakan bentuk dari penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).
ACN sendiri merupakan gabungan berbagai organisasi pemuda yang peduli pada masa depan generasi muda Indonesia. Beberapa organisasi tersebut diantaranya: #IndonesiaTanpaJIL (ITJ), Solidaritas Peduli Jilbab (SPJ), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Forum Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK), Aku Cinta Islam (ACI), dan sebagainya.
Anila Gusfani juru bicara ACN mengatakan, “Kami sebagai perempuan muda Indonesia merasa dibungkam. Ketika kami menyuarakan perbedaan dengan tidak mendukung RUU P-KS, maka mereka para pendukung RUU P-KS memberikan stigma negatif pada kami. Padahal Indonesia adalah negara demokrasi. Jika mereka berhak menyuarakan pendapat, mengapa ketika kami bersuara yang berbeda dengan mereka, kami dibungkam?”
Selain memberikan stigma negatif pada kalangan yang kontra RUU P-KS, para pendukung RUU P-KS pun selalu melakukan penyerangan di dunia media sosial. Penyerangan ini dilakukan dalam bentuk komentar-komentar negatif, bullying, bahkan ancaman pemboikotan akun media sosial kontra RUU P-KS.
“Inilah yang membuat kami bingung. Indonesia adalah negara demokrasi. Semua warga negara berhak berpendapat. Namun ketika kami menunaikan hak kami sebagai warga negara, mengapa kami dibungkam? Apakah ini artinya hanya golongan mereka saja yang berhak bersuara?”
Aksi ACN kali ini diadakan serentak di beberapa kota besar di Indonesia. Diantaranya Bandung, Surabaya dan Yogyakarta.
Ketika ditanya alasan ACN menolak RUU P-KS, Anil menjelaskan “Yang menjadi dasar penolakan kami salah satunya adalah, RUU P-KS tidak mencantumkan Pancasila dan pembukaan UUD 1945 sebagai landasan. Hal ini sangat aneh bagi kami. Para pengusung RUU P-KS mengatakan bahwa RUU ini dibuat untuk melindungi perempuan. Nah, pertanyaan kami adalah, perempuan yang mana? Kalau melindungi perempuan Indonesia, maka seharusnya Pancasila dan UUD 1945 dijadikan landasan RUU ini. Selain itu, tidak ada pasal tentang zina. Menurut mereka, pasal zina sudah ada dalam KUHP. Namun harus kita ketahui bahwa zina yang selama ini diatur adalah zina yang dilakukan oleh seorang lelaki yang terikat pernikahan. Jadi, jika pelaku zina adalah orang yang tidak terikat pernikahan, maka tidak ada aturannya dalam undang-undang kita. Padahal dalam perzinaan yang paling dirugikan adalah perempuan. Inilah pertanyaan besar kami. Jika kampanye mereka mengatakan RUU P-KS dibuat untuk melindungi perempuan, kami balik bertanya: perempuan yang mana?”
Advertisement
EmoticonEmoticon