KH Abdullah Gymnastiar kembali tampil memukai dalam #ILCPascaReuni212 pada Selasa (4/12/18) malam. Aa Gym menyampaikan pendapatnya dengan menahan tangis yang akhirnya pecah.
Saat Aa Gym menyampaikan pendapatnya, tak ada satu pun yang menyela. Semua menyimak dengan khusyuk. Baca sampai usai, ini opini lengkap Aa Gym dalam #ILCPascaReuni212.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh.
Alhamdulillahirabbil 'alamin. Allahumma shalli 'ala Muhammadin wa 'ala alihi wa ashhabihi ajma'in. Terimakasih, bapak-ibu sekalian. Semoga yang kita lakukan ini semuanya karena niat baik dan juga ingin memberikan yang terbaik untuk negeri kita.Indonesia adalah rumah kita. Rumah yang harus kita jaga bersama walaupun kita ada beberapa hal yang berbeda sudut pandang. Tapi yang bisa mempersatukan kita adalah hati. Karena kalau sekadar topeng-topeng, tidak bisa mempersatukan. Maka mudah-mudahan hati kita tetap sama meski ucapan sering agak keras dan sering berbeda.Sepakat tidak, hadirin? Karena kekayaan kita adalah hati nurani kita.
Pertama-tama, ucapan terimakasih karena 212 sudah berjalan dengan baik. Pertama kepada panitia. Saya bukan dari panitia. Terimakasih karena sudah berusaha keras untuk berbuat sesuatu kepada negeri ini. Walaupun ada yang sependapat dan ada yang tidak sependapat.Yang kedua, terimakasih kepada aparat keamanan. Luar biasa. Itu tidak mudah untuk menjaga orang sebanyak itu supaya lalu lintas lancar, tidak ada gangguan-gangguan. Saya anak tentara juga, saya bisa merasakan bagaimana kalau orang tua bertugas. Dan saya juga lihat bagaimana keindahan antara aparat dengan peserta saling berkumpul, menyalami, berbagi makanan. Masya Allah.Yang ketiga, kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang telah memfasiltasi juga kepada Pemerintah (Pusat). Kita harus akui bahwa kejadian ini (terjadi) di era Pak Jokowi dengan kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dan kekurangannya menjadi sebab terjadinya 212 ini. Maka kita harus berterimakasih juga. Jangan suka ngilang-ngilangin.Terimakasih yang utama adalah kepada yang hadir. Karena bisa menjadi bahan pencerahan bagi yang mau tercerahkan, bahan renungan bagi yang mau merenung, bahan evaluasi bagi yang mau melakukan evaluasi.Jadi 212 ini menurut saya adalah aset bangsa. Ini adalah karunia Allah bagi siapa pun yang ingin mengambil hikmah dari kejadian ini. Memang sudut pandang bisa beda, tapi kalau pakai sudut pandang hati yang jernih dengan rasa persaudaraan dan kekeluargaan kita bisa mendapat banyak hal.
Saya tidak bisa hadir di 212 kemarin karena di pesantren pas sedang milad ke-28 pesantren. Acara yang cukup besar di Bandung, sehingga bisa lebih objektif melihat dari luar dan yang datang ke sana adalah istri saya, Alfarini ini Antropolog. (Dia) coba lihat apa yang dirasa-rasa supaya lebih objektif.Kalau saya boleh menceritakan, ini urusannya bukan tentang polatak-politik, dengan jumlah rating-rating, tapi ini tentang perasaan.Kenapa orang mau datang ke acara ini? Dibela-belain menabung untuk bisa datang jauh-jauh. Apa sih sebetulnya yang menyebabkan datangnya berbondong-bondong orang dengan penuh semangat, penuh dengan keteduhan, penuh dengan kasih sayang bahkan menjaga?Rupanya ada sesuatu di dalam yang ingin disampaikan, yang dirasakan tetapi sulit diungkapkan dan sulit untuk mencari saluran pengungkapannya.Diantaranya, saya sebagai anak bangsa juga ummat Islam, ada kepedihan yang dirasa ketika mendengar kata radikal. Seakan itu terhujam kepada diri kami; radikal, intoleran, mau memisahkan, anti Pancasila, teroris. Walaupun tidak dituduhkan secara langsung tetapi seakan-akan (dialamatkan kepada ummat Islam), kenapa?
Padahal kami begitu mencintai negeri kami. Saya rela mati demi menjaga bangsa ini tetap penuh keberkahan di jalan Allah.Demi Allah, saya tidak rela bangsa ini hancur. Oleh karena itu, mungkin ada rasa ini. Tapi kemana harus bicara? Ketika ada acara kumpul seperti itu, maka berbondong-bondonglah, berbicara dengan perilaku.Kami itu bukan perusak negeri ini, maka rumput pun tidak ada yang dirusak. Kami bukan orang yang bengis dan kasar, maka senyuman pun dirasakan. Kami bukan orang-orang yang ingin merusak, (bukan) orang yang keji, maka kasih sayang pun bertebaran. Saudara-saudara yang bukan Islam bisa merasakan di sana.Karena semua orang ingin menceritakan indahnya Islam yang selama ini merasa dicurigai entah siapa, entah bagaimana. Dan berkumpullah perasaan-perasaan ini. Ini tak bisa direkayasa.Saya tiak menduga akan sebanyak ini yang hadir. Dan panitia pun tidak menduga. Bagaimana mungkin? Ini tidak ada tokoh-tokoh yang biasa berbicara banyak. Ini bukan mimbar-mimbar tokoh. Mungkin ada yang berbicara, itu yang datang tuh gak terlalu tertarik dengan yang di mimbar itu.
Ada yang mungkin datang karena tokoh yang dianut, panutannya, tapi sebagian besar gak pusing dengan adanya sound system atau tidak (asal) bisa hadir, bisa bawa makanan, bisa berbagi.Sebetulnya kalau kita baca pakai hati, ini keberuntungan bagi siapa pun. Apa sih? Bisa ternyata kita ini; berkumpul begitu banyak orang dan saling menyayangi, saling bahu membahu. Saya kira kalau kita membacanya pakai hati, ini saling menguntungkan bagi siapa pun.Bagi keluarga besar yang sedang memimpin sekarang, ini bisa menjadi input. Ini ada saudaranya begini, ada yang berkumpul, apa sih keperluannya? Kenapa berkumpul? Oh mungkin ini input dari 212 untuk kami. Masya Allah.Kalau kita pakai hati kitu semuanya, dari semua pihak, insya Allah akan banyak manfaat.Saya kira dari yang menjaga; tentara, polisi, atau intel-intel bisa melihat (bahwa) bukan ini musuh saya (tentara, intel, polisi); bagaimana nenek-nenek sudah sepuh, kakek-kakek, tuna netra. Pasti hati siapa pun yang datang dan melihat itu pasti akan tersentuh.
Nah, hadirin sekalian, bahkan saya berpikir begini; siapa pun yang nanti jadi Presiden, 212 ini kita rawat menjadi momentum kebersamaan kita.Pak Ahok kan tahun depan sudah lulus ya? Nah, kita undang. Udah gak ada masalah lagi. Udah gak ada urusannya. Pilpres sudah selesai. Setuju tidak sih hadirin? Kompak, bawa makanan, ada epiosde baru di Indonesia; episode pakai hati, episode bersaudara.Kalau pun ada merasa ketidakadilan, ya tinggal kita perbaiki saja. Karena merasa ketidakadilan ini tidak bisa dipaksa (dihilangkan) rasa ketidakadilan ini.Misal ada media yang meliput dan tidak meliput. Mungkin itu hak bagi media tersebut. Tapi hak juga bagi yang melihat, 'Oh, kami tidak diliput. Cuma ini (yang meliput)."Nah, hak juga bagi mereka yang merasakan sebuah perlakuan yang tidak adil. Mungkin media merasa adilnya dengan tidak meliput, tetapi masyarakat merasa kok cuma satu yang meliput?
Nah hadirin, andaikata ini menjadi bahan renungan dan evaluasi bagi kita semua, kita beruntung dengan adanya kejadian ini. Betul?Siapa sih yang mau menghancurkan negeri ini, hah? Sakiiit hati tuh sakiit. Robek tuh kalau mendengar Islam selalu dikaitkan dengan kekerasan, terorisme, radikal, intoleran, anti Pancasila. Lah siapa kami ini? Kami ini lahir di negeri ini. Masya Allah. Perih tuh hati mendengar kata-kata ini. Tiap mendengar kata-kata itu, perih hati kami. Dan banyak yang merasa perih lainnya, walaupun ada yang tidak merasa perih.Kalau saya sih berharap, ayolah buka hati kita. Ini rumah kita. Benar? Ini ada saudara kita yang ngumpul dengan perasaannya, mengapa terjadi hal seperti ini? Kita pelajari. Kalau ada hal yang kurang, kita penuhi kekurangannya. Kalau merasa tidak adil kita penuhi ketidakadilannya. Walaupun bertahap. Kita berusaha.Kalau pakai hati, dengan semangat ini saudara, bukan musuh, ini adalah rumah kita yang harus kita jaga bersama, insya Allah. Modal kita tuh hati.Kalau sudah saling curiga, buruk sangka, terus mau gimana lagi, hah? Halo.. Ini teh pada denger? Saya teh sedih, hadirin. Sedih. Kita teh cinta ke negeri ini. Gak mau kan negeri ini rusak seperti yang lain-lain yang rusak. Tahan atuh hadirin. Tahan kata-kata.Juga para ulama, sedang diuji Allah untuk tampil. Ayo para ulama, kita tuh pewaris nabi. Contoh bagaimana Nabi berbicara dengan penuh kelembutan, kasih sayang. Ada ketegasan, namun tetap dijaga. Karena kita tidak bisa mengubah orang lain dengan kata-kata kita. Kita tidak bisa mengubah bangsa ini dengan kata-kata. Allah yang mengubahnya.
Mudah-mudahan ketulusan, kecintaan ke negeri ini dibarengi dengan kata-kata terbaik, sikap terbaik (sehingga) Allah ridha kemudian masalah-masalah yang kita jalani ini benar-benar bisa membuat kita semakin baik untuk melakukan hal-hal terbaik untuk negeri ini.Terakhir, saudaraku sekalian, pilpres itu penting, politik itu penting, tapi bukan segala-galanya. Jangan sampai karena perpolitikan, karena pilpres kita jadi kehilangan kejernihan berpikir kita, akal sehat kita, kita jadi kehilangan akhlak; cara berbicara, cara menulis, cara bersikap menjadi cenderung tidak baik. Mau apa kita punya Presiden tapi kita kehilangan akhlak?Dan jangan karena pilpres ini kita kehilangan ukhuwah, kebersamaan kita. Apa artinya kita sibuk dengan pilpres tapi menajdi tidak nyaman dengan saudara, tetangga, kerabat, dengan kantor. Anggap pilpres ini berfastabiqul khoirot, berlomba-lomba berniat baik dan memberikan yang terbaik.Pemenang pilpres ini adalah yang paling lurus niatnya dan yang paling baik perjuangannya. Mau jadi Presiden atau tidak itu taqdir Allah. Saya berkeyakinan sebagai Muslim, bahwa yang menaqdirkan (siapa jadi) Presiden itu Allah. Mau diakali seperti apa pun, tetap yang menentukan Presiden itu Allah. Oleh karena itu, ayo kita gunakan cara-cara terbaik; yang paling bersih, yang paling jujur. Karena walau diakali gimana pun, kalau Allah menetapkan Fulan jadi, pasti jadi.Oleh karena itu, saudaraku sekalian, kejadian demi kejadian (sikapi) pakai hati, jernih. Ini saudara, ini saudara kita. Ini rumah kita. Mudah-mudahan dengan begitu kita mewariskan akhlak terbaik untuk generasi sesudah kita. Walaupun pilihannya tidak jadi Presiden, kita sudah mewariskan akhlak dan adab terbaik untuk generasi setelah kita. Demikian. [Tarbawia]
Tarbawia
Bijak Bermedia, Hati Bahagia
Bergabung Untuk Dapatkan Berita/Artikel Terbaru:
Info Donasi/Iklan:
085691479667 (WA)
081391871737 (Telegram)
Advertisement
EmoticonEmoticon