BERKUMPUL 1
Oleh: Ustadz Abrar Rifai
Peserta Ijtima' yang tadinya diperkirakan maksimal 800 orang, ternyata membludak sampai 1000 orang lebih. Mereka datang dengan biasa sendiri. Transport, akomodasi dan logistik tidak ada yang ditanggung panitia. Padahal mereka datang dari berbagai daerah yang berjauhan, berbeda-beda. Hanya saat acara berlangsung, panitia memberikan makan siang. Itu pun dengan sangat bersahaja.
“Dari mana, Ustadz?” tanya saya pada beberapa orang bersarung. “Kami dari Makkasar,” jawab mereka serempak. “Oh, masya Allah, dari Makkasar, di...” balas saya, dengan logat yang saya buat-buat seperti orang Bugis. :)
Beberapa orang lainnya, saya tanya ada yang mengaku dari Jambi, Medan, Banjar dan lain sebagainya. Di samping tentu, ada banyak wajah yang saya kenal. Dari sepanjang Jawa Timur, Tengah hingga Banten. Gus Najih Maimoen Zuber, tokoh NU garis lurus pun sempat saya cium tangannya. Kiai Ali Karrar pemuka AUMA dari Pamekasan pun tampak di antara kiai-kiai yang lain. Para habaib dan kiai semuanya satu padu dalam forum yang penuh keharuan itu.
Prabowo Subianto dalam paparannya, menyampaikam keprihatinan pada GNPF Ulama sebagai panitia, mengumpulkan sekian banyak ulama, tapi dengan keadaan yang apa adanya. Ruangan yang AC-nya tidak sejuk. Makan nasi kotak, yang digeletakkan begitu saja di atas kursi masing-masing peserta ijtima'. Saya sempat membatin, “Ya Allah, kasihan betul ini para kiai dan habaib yang di komunitasnya begitu dimuliakan.” Mereka biasanya diladeni dan dilayani. Nah, ini mereka rela untuk tidak diwongke.
Karena memang tidak ada support apapun dari Prabowo atau pihak manapun untuk menggelar Ijtima' Ulama II ini. Semata dilakukan untuk tetap menjaga semua mereka dari keputusan berdasarkan duit dan kompensasi materi lainnya. Panitia memang tidak mau minta. Pihak Prabowo pun tidak berani memberi. Sebab, Prabowo tahu bahwa para kiai dan habaib peserta Ijtima' ini bukanlah orang-orang yang berniat memberikan dukungan untuk kepentingan mereka. Tapi mereka melakukannya serius untuk kepentingan ummat dan bangsa.
Kesepakatan yang harus ditandatangani Prabowo pun bukan berupa kontrak politik. Tapi pakta integritas yang lazimnya dilakukan oleh pihak yang memperoleh bantuan. Pakta integritas ditandatangani sebagai garansi bahwasanya pihak yang dibantu siap melaksanakan ketentuan yang disyaratkan pemberi bantuan. Beda dengan kontrak, yang biasanya saling menguntungkan.
Para Ulama memang tidak berniat menangguk untung dengam dukungan mereka kepada Prabowo-Sandi. Tapi Ulama menginginkan keuntungan tersebut untuk Bangsa dan Negara, jika memang Allah taqdirkan Prabowo menggantikan Jokowi pada 2019 nanti. [Tarbawia]
Gabung ke Channel Telegram Tarbawia untuk dapatkan artikel/berita terbaru pilihan kami. Join ke Tarbawia
Advertisement
EmoticonEmoticon